;

Rabu, 18 Mei 2011

BAGAIMANA GAYA BAHASA TERBENTUK


Banyak penulis pemula yang memfokuskan perhatiannya pada gaya bahasa yang harus dipilih. “Gimana, sih, seharusnya style saya menulis? Bagaimana saya harus memilih kata-kata?”

Tentu tidak salah memikirkan bagaimana gaya bahasa dikembangkan ketika Anda akan menuliskan karya. Hanya , banyak penulis yang terlalu memperhatikan gaya bahasa hingga lebih mencemaskan kata-kata yang dipilih, daripada bagaimana menyampaikan idenya dengan baik dan mengalir.

Bagaimanakah gaya bahasa itu terbentuk?

Banyak penulis profesional yang tidak mengetahui seperti apa gaya penulisannya. Bagi mereka yang terpenting apa yang ditulis sesuai dengan apa yang ingin disampaikan. Meskipun di mata para pembacanya, karya-karya mereka memiliki gaya yang khas.

Gaya bahasa terbentuk oleh bagaimana seorang penulis memilih kata, mengkombinasikan kata, mengemas tulisan. Ada penulis yang suka menggunakan sudut pandang orang pertama ketika menulis. Sehingga si penulis suka menggunakan kata “Saya”, “Anda”.

Anda penulis yang suka menggunakan kata-kata abstrak dalam menyampaikan ide-idenya, namun ada yang lebih memilih kata yang sederhana. Anda penulis yang suka menaburkan angka-angka dalam tulisannya, ada yang lebih suka menggunakan penjelasan kualitatif.

Bagaimana penulis menentukan dan memilih kata yang digunakan?

Pertama adalah mengacu kepribadian si penulis. Seorang penulis melankolis mungkin lebih memilih menggunaan kata-kata puitis dan menekankan keindahan ketika menyampaikan ide-ide. Namun penulis dengan karakter sanguinis mungkin lebih ingin menyampaikan ide-idenya secara tepat, dan memilih kata-kata yang sederhana dalam menyampaikan pemikirannya. Penjelasan di atas menunjukkan jika gaya bahasa turut dipengaruhi oleh kepribadian si penulis tanpa ia sadari. Bahkan kita bisa merasakan sebuah karya yang bermuatan emosional ketika si penulis menulisnya ketika dalam kondisi berang, sedih atau menyimpan dendam.

Kedua, gaya bahasa juga dipengaruhi oleh karya-karya yang ia baca. Kosa kata yang terekam dalam pikiran penulis salah satunya bersumber dari bacaan. Saya menggunakan kata “pengada” dalam karya saya karena kata itu pernah saya temukan di sebuah buku filsafat. Tentu mustahil seorang penulis menggunakan kata “pedora”,”expenditure “, “ice breaker” jika ia tidak pernah menjumpai kata tersebut sebelumnya.

Selain pada alternatif pilihan kata, buku-buku yang dibaca oleh seorang penulis juga mempengaruhi gaya penulisannya. Seringkali penulis tidak menyadari hal ini. Saya termasuk peminat buku-buku karya Joe Vitale. Gaya bahasa yang digunakan lugas, perpektif orang petama, menggunakan alinea dan kalimat yang pendek. Ketika memperhatikan bagaimana saya menulis, sayapun menemukan beberapa teknik-teknik yang saya gunakan sama dengan gaya Joe Vitale.

Intinya, gaya bahasa terbentuk dengan sendirinya, sesuai dengan kepribadian, kondisi emosional dan buku-buku yang di baca seorang penulis.

Jadi menurut saya jika Anda adalah penulis pemula tidak perlu memusingkan gaya penulisan seperti apa yang harus ia pilih. Ada baiknya fokuslah pada bagaimana menyampaikan ide-ide secara jelas, dan mudah dimengerti pembaca, dan apa yang Anda tulis sesuai dengan apa yang ingin Anda tuliskan.

Selasa, 17 Mei 2011

MENULIS KETIKA ANDA BT (KESAL) ?


Banyak orang beranggapan jika menulis paling tepat adalah ketika hati senang. Dan tidak sedang gundah gulana.

Namun tahukan Anda menulis saat “bt” bisa menjadi sarana untuk melegakan hati dan membangkitkan ide-ide. Setidaknya hal ini yang dialami seorang penulis.

Konflik yang ia dengan sang istri pada awal pernikahannya, menginspirasinya menulis buku tentang “Rahasia Mengatasi Konflik dalam Rumah Tangga”. Uniknya naskah ini ditulis ketika ia masih dalam kondisi kesal.

Ketika ia “marah” dengan system kerja dimana ia bekerja yang amburadul, ia terinspirasi menulis buku “cara membangun system kerja yang baik”. Meskipun buku ini kemudian batal ia kirimkan ke penerbit karena sesuatu alasan.

Menurutnya, konflik seringkali dipicu sesuatu yang tidak sesuai dengan hati si penulis. Kadang sesuatu yang menganjal ini tidak terlsaurkan. Dalam Kondisi demikian ia memilih untuk menulis untuk menyalurkan uneg-unegnya.

Hanya saja saat menulis, dengan redanya emosi, dan setelah rasa kesal tersalur melalui tulisan, iapun akhirnya bisa menilai dirinya secara objektif. Ia bisa mengevaluasi diri untuj melihat sesuatu yang keliru dari dirinya dan turut ia tuliskan.

Jadi ketika hati Anda sedang kelam, salah satu bermanfaat yang bisa Anda lakukan adalah, menulislah.