;

Minggu, 16 Oktober 2011

BERMAIN PIANO DAN MENULIS


Beberapa hari selum saya menuliskan artikel ini, saya mengikuti acara pernikahan Saudara saya di daerah Cikini. Pada acara resepsi ternyata pihak Wedding Organizer (WO) sebuah band menghibur para tamu dengan lagu-lagu romantis.

Tibalah saat menjelang akhir acara resepsi para pemain musik; drummer, bassist dan keyboardist; kemudian meminta waktu break untuk beristirahat. Melihat alat musik yang sementara tidak digunakan ternyata memicu minat salah seorang sepupu saya untuk mengajak saya dan Saudara-Saudara lainnya untuk main band dadakan.

Akhirnya saya memilih memainkan keyboard, si provokator, Saudara saya yang mengajar kami bermain musik langsung meraih stick drum, dan sepupu saya yang lain memainkan bass.

Yang ingin saya ceritakan selanjutnya bukan tentang “ pengalaman kami bermain band itu” namun tentang apa yang kemudian saya rasakan ketika memainkan keyboard.

Belum lama berselang saya berkesempatan menghibur tamu-tamu negara dan di hadapan Menteri Koordinator Ekonomi & Menteri Pertanian di sebuah even nasional di Wisma Kartini, Jakarta Selatan. Saya bermain solo piano.

Saya menikmati musik yang saya hasilkan demikian juga para tamu negara. Terlihat beberapa yang hadir melirik ke arah saya dan menggerakkan kepalanya seturut dengan ketukan musik yang saya alunkan. Tentu ini mengindikasikan mereka menyimak setiap nada yang saya mainkan.

Berbeda ketika saya bermain keyboard dengan band dadakan di acara resepsi. Saya tidak menikmati permainan saya. Saya sepertinya tidak bisa memberikan dentingan piano yang bisa memperindah musik yang kami hasilkan.

Terakhir kali saya bermain band adalah sekitar 8 tahun lalu. Tepatnya ketika saya masih kuliah. Saya dan teman-teman sering bermain pada even-even besar di luar maupun di dalam kampus. Kami tidak hanya mengiringi penyanyi amatir atau teman-teman mahasiswa namun juga artis-artis nasional.

Pada masa itu saya mampu menghasilkan pemainan piano yang harmonis dengan suara dari alat music lainnya. Kami bisa memainkan emosi pendengar dengan lagu-lagu yang kami mainkan.

Jelas kami bisa melakukan itu karena kami sering main bersama, berlatih secara rutin setiap minggu. Sehingga saya dan teman-teman bisa dengan mudah memilih nada atau not yang harus dimainkan per setiap ketukan untuk menciptakan music yang indah.

Setelah 8 tahun berlalu saya tetap bisa bermain piano namun untuk bermain sendiri. Ketika saya harus bermain mendadak secara tim saya tidak sebaik ketika saya masih di kampus, karena kami tidak pernah berlatih bersama-sama. Dan saya tidak pernah lagi berlatih bermain piano untuk sebuah band. Sehingga saya tidak lagi punya instink yang jitu untuk menentukan kapan saya harus memainkan rytme, kapan saya harus memainkan nada-nada untuk mengisi kekosongan, dan bagaimana saya bisa mengatur dinamika untuk menciptakan efek emosional dari music yang dimainkan secara tim.

Hal yang sama berlaku dalam hal mengasah kemampuan menulis. Ada banyak penulis yang bertanya bagaimana cara memilih kata yang tepat? Bagaimana cara agar tangan bisa menuliskan apa yang tersimpan dalam otak tanpa ada hambatan? Atau bagaimana agar bisa menulis dengan cepat dan berkualitas?

Rahasianya sama seperti halnya bermain musik. Banyaklah berlatih. Mungkin ini terdengar klise, tapi ini adalah tips yang paling efektif. Semakin sering Anda menulis maka semakin peka Anda menangkap dan merasakan makna sebuah kata. Anda juga semakin jeli memilih kata untuk menciptakan efek tertentu dalam kalimat yang Anda susun.

Semakin sering Anda menulis maka semakin terbiasa gerak motorik Anda untuk mewujudkan apa yang dalam pikiran Anda dengan menulis. Ketika otak Anda menghadirkan inspirasi maka jari jemari Anda bisa mengartikulasikannya menjadi rangkaian kata yang tepat.

Itu sebabnya pada saat Anda pertama kali membiasakan menulis, Anda perlu waktu untuk memilih kata yang tepat untuk mewakili ide-ide yang ada dalam pikiran anda. Belum tentu kalimat yang Anda susun sesuai dengan apa yang hendar Anda sampaikan. Namun dengan semakin sering Anda berlatih, maka, tangan Anda seolah bekerja secara otomatis menuliskan apa yang Anda dalam benak Anda.

Jadi jika Anda ingin menjadi penulis maka saran terbaik yang bisa Anda lakukan adalah menulislah sesering mungkin. Dan konsisten. Saya bisa menuliskan 12 judul buku dalam 3 tahun, namun saya membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun untuk belajar menulis, dengan menulis minimal 1 artikel setiap hari.

Anda bisa menuliskan pengalaman Anda, pandangan Anda terhadap sesuatu yang terjadi di sekitar Anda. Awalilah dengan kebiasaan yang menyenangkan. Menuliskan tentang diri sendiri dijamin adalah sesuatu menghibur. Jangan berpikir untuk menuliskan sesuatu yang fenomel ketika tengah belajar menulis. Tulislah sesuatu yang ringan-ringan dan sesuatu yang Anda ketahui. Jangan tuliskan sesuatu yang mengharuskan Anda melakukan aktivitas otak yang berat seperti menganalisa, menghitung. Atau menuliskan sesuatu dengan terlebih dahulu melakukan studi pustaka. Itu sebabnya tuliskanlah pengalaman Anda sendiri karena itu tidak membutuhkan aktivitas rumit.

Tulisan-tulisan yang Anda hasilkan bisa sekedar dikoleksi sendiri dan disimpan di PC Anda. Atau Anda tampilkan secara online di blog agar mendapatkan tanggapan dari banyak orang. Tapi yakinlah semakin sering Anda menulis maka Anda akan semakin terlatih. Dan ketika Anda akan menulis buku masalah yang akan Anda hadapi hanya soal memilih tema yang baik, menyusun outline yang menarik. Bukan masalah cara menuangkan ide menjadi tulisan.

Dan setelah Anda sukses menerbitkan buku jangan pernah merasa puas dan berhenti berlatih. Tetaplah menulis. Saya bisa merasakan adanya perbedaan dari karya-karya pertama saya dengan buku-buku saya selanjutnya. Buku-buku saya yang terakhir terasa lebih berbobot, isinya lebih menarik, lebih kaya dengan penggunaan kata-kata. Mengapa demikian? Karena saya terus berlatih meskipun saya sudah mendapatkan label, sehingga kemampuan menulis saya menjadi lebih baik lagi.

Jadi, jika Anda ingin menjadi penulis yang produktif dan mampu menghasilkan karya-karya terbaik, maka biasakanlah menulis sesering mungkin. Dan tetap terus berlatih meskipun Anda sukses menerbitkan buku. Ini adalah cara yang paling masuk akal untuk menguasai pengetahuan dan skill yang juga dimiliki para penulis ternama.

Tidak ada komentar: