;

Rabu, 22 Desember 2010

MENJADI WRITERPRENEUR


Tentu kebanyakan dari penulis di Indonesia adalah orang-orang yang berharap kiriman royalty sebagai sumber pemasukannya. Dan jika si penulis tidak beruntung mendapatkan kesempatan best seller untuk karyanya mungkin penghasilan dari royalty itu juga tidak terlalu besar.

Kenyataannya tidak semua buku apalagi non fiksi mampu terjual hingga 3000 exp dalam satu tahun. Belum lagi ini diperparah tingginya tingkat pembajakan di Indonesia,khususnya buku-buku yang popular dan buku wajib, membuat jumlah buku resmi yang terjual menjadi sedikit.

Konon pengarang buku laris “Laskar Pelangi” Andrea Hirata mengakui dampaknya pembajakan buku yang ditulisnya. Sampai-sampai ia mendapati buku yang hendak ditandatanganinya saat peluncuran adalah buku bajakan.

Saya yakin tidak banyak orang yang berani memilih profesi penulis yang sifatnya freelance sebagai gantungan hidup. Pasalnya dalam benak banyak orang, pekerjaan ini tidak memiliki prospek. Apakah menjadi penulis bisa mensejahterakan?

Mungkin kenyataanya demikian. Bayangkan saja seorang pengarang,sastrawa ternama, NH Dini juga harus mengeluhkan kecilnya royalty yang didapatnya dari sekian banyak bukunya sehingga untuk biaya berobatpun harus minta bantuan teman-temannya. Hal ini tentu berbeda sekali dengan para pengarang di luar negeri yang bisa hidup mapan hanya dari menulis buku.

Hanya saja tidak banyak orang yang menyadari bahwa kemampuan menulis tersebut bisa untuk menciptakan pundi-pundi uang Anda. Bagi seorang entrepreneur sebuah sampah saja bisa disulap menjadi barang bernilai. Sebuah tari-tarian primitif bisa dikirimkan hingga ke luar negeri menjadi sebuah pangelaran seni tingkat tinggi. Apalagi tidak semua orang memiliki kemampuan membuat tulisan yang menarik dan di sisi lain sebuah tulisan ini berguna dalam banyak hal. Sebuah tulisan bisa digunakan untuk membuat proposal, surat penjualan, kontrak kerja, mengabadikan sejarah kehidupan orang, menyimpan pengetahuan dsb.

Bahkan seorang pakar belum sah kepakarannya jika ia tidak memiliki karya tulis. Dalam setiap acara pengukuhan professor akan selalu disebutkan berapa karya tulis yang dihasilkan oleh sang kandidat. Setiap orang yang ingin mendapatkan gelar akademik diwajibkan menuliskan sebuah karya akhir.

Demikian juga dengan penawaran dan permohonan bisnis. Meskipun Anda sudah mengatakan secara lisan produk dan layanan yang Anda milik pada salah satu manajer di sebuah perusahaan namun penawaran dianggap tidak resmi sebelum Anda membuatnya secara tertulis. Boleh dikatakan aktivitas tulis menulis adalah sebuah yang dibutuhkan dalam berbagai bidang, baik akademik, hubungan sosial atau bisnis. Menariknya, tidak banyak orang yang tidak memiliki kemampuan membuat sebuah tulisan yang baik.

Melihat kondisi tersebut seorang penulis yang juga berjiwa entrepreneur bisa mengolah kemampuannya tersebut dan memanfaatkannya untuk meraih keuntungan yang lebih besar dari sekedar mendapatkan royalty. Ia bisa menciptakan jasa-jasa derivate yang memberikan value yang lebih tinggi bagi penggunanya. Dan hal ini yang akan dmembedakan seorang penulis biasa dengan seorang writerpreneur.

Tidak ada komentar: