;

Kamis, 07 April 2011

PENULIS NON FIKSI PERLU BACA FIKSI (DAN SEBALIKNYA)

Perlu sekali untuk seorang penulis buku non-fiksi untuk membaca buku-buku fiksi demikian sebaliknya. Salah satu tujuannya ada memberikan warna dalam tulisannya.

Salah satu kekuatan tulisan fiksi adalah adanya kekuatan dari kata-kata yang dipilih. Maupun kalimat yang disusun. Berbeda dengan tulisan non-fiksi yang seringkali kering, karena hanya menonjolkan penjelasan logis.

Ketika membimbingan beberapa penulis non-fiksi saya sering mengagumi bagaimana para penulis muda itu mampu menyusun kata yang renyah dan enak dibaca. Itu sebabnya membaca naskah-naskah mereka kadang memberikan hiburan bagi saya.

Namun kelemahan dari tulisan fiksi kadang adalah masalah logika maupun ketidakkonsistenan penulisan. Misalnya pada sebuah naskah saya sering menemukan plot dimana seorang tokoh mendadak cinta terhadap seseorang tanpa jelas prosesnya.

Atau seorang istri segera meninggalkan suaminya seketika ia mendengar gosip jika suaminya selingkuh. Tentu yang menjadi pertanyaan apa iya sebuah berita yang baru didengar bisa langsung meruntuhkan kepercayaan seorang istri yang telah hidup bertahun-tahun dengan suaminya.

Dalam tulisan non fiksi, dimensi eksplanasi, logika ditekankan. Artinya adalah sesuatu yang aneh jika seseorang wanita marah tanpa sebab, atau pria yang tadinya jahat mendadak menjadi orang baik dalam hitungan detik. Tentu ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal.

Oleh sebab itu para penulis non fiksi perlu membaca buku-buku fiksi tujuannya untuk memberikan inspirasi dalam penyajian tulisan. Sedangkan seorang penulis fiksi juga perlu membaca buku-buku non fiksi khususnya yang melatih kemampuan berpikir logis. Sehingga cerita yang disampaikan, tidak hanya menarik namun sesuai dengan kenyataan, dan pembaca tidak kemudian mengatakan “nggak masuk akal”.

Tidak ada komentar: